#TOLAKNOHIJABDAY: Dengan Menjadi Muslimah, Engkau Sudah Mulia

Alquran dan hadits adalah landasan dan petunjuk hidup bagi umat Islam. Islam sebagai agama rabbani telah dan akan mengajarkan manusia tentang kehidupan secara menyeluruh. Syumulliyah atau menyeluruh artinya Islam mengatur semua hal dalam hidup ini, mulai dari hal paling sederhana (masuk ke toilet misalnya) sampai ke membangun sebuah peradaban. Alquran merupakan kitab suci yang authentic dan ilmiah. Keilmiahan Alquran dapat dibuktikan dengan ilmu sains yang saat ini berkembang, hal ini tidak bisa dipungkiri bukan? Maka sebagai seorang muslim sudah sepatutnya menggunakan Alquran dan hadis sebagai landasan berpikir dan bergerak. Begitu juga dalam mendefenisikan benar dan salah sudah seharusnya berlandaskan apa yang Islam ajarkan. Salah satunya adalah perbedaan pendapat tentang kewajiban memakai hijab bagi perempuan muslim.

 

Di dalam Islam perempuan sangat dimuliakan. Salah satu bentuk memuliakan perempuan adalah perintah untuk menutup aurat. Apakah itu sebagai bentuk perbudakan atau lambang ketidakbebasan? Tentu tidak. Menurut Prof. Syed Naquib Al-Attas, manusia yang bebas dalam Islam adalah mereka yang penghambaannya paling total terhadap Allah Swt. Tujuan kebebasan dari Islam sendiri ialah untuk menjadikan manusia tersebut maju dan tinggi derajatnya (The Center for Gender Studies 2019). Di Indonesia kerudung atau jilbab adalah penyebutan lain untuk hijab. Hijab merupakan kain yang menutupi aurat perempuan dari ujung kepala hingga bagian dadanya. Seperti kata Tawakkol Karman seorang jurnalis yang mendapatkan nobel perdamaian tahun 2011 berpendapat bahwa hijab adalah lambang peradaban tertinggi,

 

“Manusia di masa lalu hampir telanjang. Kemudian, kecerdasan manusia berkembang manusia mulai mengenakan pakaian. Apa yang saya hari ini dan apa yang saya kenakan merupakan tingkat tertinggi pemikiran dan peradaban yang manusia telah capai, bukan sebuah pengekangan. Jika manusia sekarang perlahan mengurangi bahan pakaian pada tubuhnya, ia kembali ke zaman purba dahulu!” (dikutip dari jejakislam.net).

 

Perintah menutup aurat adalah bentuk penghormatan dan kemulian. “Selamat berbahagia…! Karena engkau telah mendirikan shalat lima waktu, berpuasa Ramadan, melaksanakan ibadah haji, dan mengenakan hijab.” Begitulah kata Dr. ‘Aidh Al-Qarni dalam bukunya yang berjudul Menjadi Wanita Paling Bahagia. Kebahagian dengan mencari kebebasan sesuai fitrah.

 

“Wahai Asma! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak tangan).” [HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218. Hadist ini di shahihkan oleh syaikh al-Albâni rahimahullah].

 

Perempuan dalam menggunakan hijab melewati perjalanan yang tidak selalu mulus, baik itu di Indonesia maupun di luar negeri. Tantangan itu hadir dari internal maupun eksternal. Akhir-akhir ini, masih sering mendengar berita seorang muslimah yang ditolak bekerja, dipukul, maupun dibullying karena menggunakan hijab. Kazma Khan yang saat ini menjadi seorang ibu rumah tangga juga pernah mengalaminya. Ia pindah dari Bangladesh ke US pada saat berumur 11 tahun bersama orangtuanya. Saat bersekolah dia adalah satu-satunya perempuan yang menggunakan kerudung. Hal itu membuatnya terlihat berbeda dan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-temannya.

 

Pengalaman menggunakan hijab di negara minoritas membuat Kasma Khan terinsipirasi untuk membuat gerakan World Hijab Day yang dilaksanakan setiap 1 Februari. Gerakan ini mengajak muslimah yang tidak memakai hijab dan perempuan non-muslim untuk memakai hijab dalam sehari. Tujuannya agar mereka dapat merasakan bagaimana rasanya memakai hijab. Tak hanya itu, gerakan ini juga bertujuan untuk mengadvokasi hak-hak muslimah yang berhijab agar memiliki hak yang sama dengan perempuan lainnya. Gerakan ini telah diikuti oleh 190 negara, dimana angka ini bertambah dari setiap tahunnya.

 

Di Indonesia sebagai masyarakat penganut Islam terbanyak di dunia juga memiliki kisah perjuangan tersendiri tentang hijab. Generasi Tradisionalist, Boomers, dan X tentu merasakan pelarangan menggunakan hijab kala itu. Pada tahun 1980-an muslimah menggunakan kerudung merupakan barang langka dan sulit untuk ditemukan. Perjuangan menggunakan hijab di Indonesia terangkum rapi di http://jejakislam.net/perjuangan-panjang-jilbab-diindonesia/ . Jika di negara Barat ada world Hijab Day maka di Indonesia ada Gerakan Menutup Aurat (GEMAR) yang dicetuskan oleh organisasi Peduli Jilbab sejak 2012. Tahun ini kegiatan ini akan dilaksanakan pada 16 Februari 2020. Sebagai negara dengan masyarakat Islam terbanyak tidak menutup kemungkinan masih ada kasus-kasus diskriminasi. Misalnya saja di NTT ada seorang remaja muslim yang mendapatkan perlakuan diskriminasi terhadap hijabnya oleh tenaga pendidik di sekolah. Maka GEMAR ingin mengajak muslimah yang belum berhijab untuk memakai hijab dan bangga akan identitasnya itu.

 

Akhir-akhir ini media sosial juga diramaikan oleh pernyataan dari seorang istri tokoh publik di Indonesia yang mengatakan bahwa Islam tidak wajib untuk dipakai. Tak lama setelah itu muncul juga sebuah gerakan hijabisasi. Nama gerakan tersebut adalah No Hijab Day yang dilaksanakan pada 1 Februari 2020. Gerakan ini dicetuskan oleh Yasmine Mohammed seorang aktivis HAM dari Kanada. Yasmine juga bergerak mengadvokasi hak-hak perempuan yang hidup di negara mayoritas Islam yang hidup dengan fundamentalisme agama. Gerakan No Hijab Day juga sampai ke Indonesia, sebuah ajakan untuk melepas hijab dan menggantikannya dengan baju adat Indonesia. Informasi ini dapat di akses di laman ajakan event No Hijab Day di Facebook.

 

Gerakan No Hijab Day merupakan gerakan Hijabisasi di Indonesia yang harus ditanggapi serius oleh perempuan-perempuan muslim. Para ulama telah sepakat bahwa aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan, maka memakai hijab adalah sebuah kehormatan dengan kesadaran penuh akan kewajiban itu. Bukankah sepantasnya kita khawatir? Perkembangan pemikiran liberal, sekuler, feminisme, dan isme-isme lainnya telah merebak di tengah-tengah masyarakat. Jika virus corona dapat dideteksi dan semua orang takut mati karena hal itu, seharusnya begitu juga saat kita menyikapi virus-virus pemikiran yang tidak sesuai syariat Islam. Pemikiran yang membuat jiwa kita mati dan menggerus aqidah ummat.

 

Saat ini kata-kata Islam, Syariat, Jihad, tarbiyah, syar’i, dan istilah Islam lainnya menjadi momok yang mengerikan dan terkesan radikal di Indonesia. Begitulah framing yang dibentuk oleh dunia, media massa, tokoh publik yang diluncurkan ke telinga pendengar secara sistematis. Gerakan No Hijab Day harus ditolak baik dengan tangan, lisan, ataupun hati kita. Berdasarkan penelitian David Stillman (Generasi X) dan Jonah Stillman (Generasi Z) tahun 2017, generasi Z saat ini memiliki norma-norma baru yang dulu tabu untuk generasi X. Salah satunya sudah dilegalkan pernikahan sejenis, komposisi keluarga sudah tidak lagi berkutat pada 1 orang ayah laki-laki, 1 orang ibu perempuan, dan anak-anaknya. Pada generasi Z mereka merasa wajar jika keluarga itu berisikan 1 orang ayah berjenis kelamin perempuan, 1 orang ibu berjenis kelamin perempuan. Pola pikir dan pola perilaku sebuah generasi dibentuk oleh kondisi global, dari sisi ekonomi, politik, sosial, hingga pola asuh orangtua. Maka jika secara global saat ini pemikiran yang disisipkan di media massa, yang disampaikan oleh influencer, vlogger, tokoh publik, bertentangan dengan syariat Islam, apa kabar anak dan cucu kita? pemikiran tentang memakai hijab tidaklah wajib bagi muslimah di depan non-mahramnya mungkin saja diimani oleh generasi-generasi selanjutnya. Bukankah sepantasnya kita khawatir?

 

Terakhir, kampanye No Hijab Day adalah pertarungan pemikiran yang tidak bisa dideteksi dengan alat ukur kimia. Yang bisa kita lakukan adalah pertajam aqidah, pelajari tentang pemikiran Islam agar kita menjadi individu yang bijak dalam menanggapi gerakan seperti No Hijab Day. Sebagai seorang aktivis muslim maka seharusnya keberpihakan itu jelas pada Islam, tidak ada satu orangpun yang netral bahkan seorang atheis pun. #TolakNoHijabDay selamat hari menutup aurat untuk saudaraku. Dengan menjadi seorang muslimah, engkau sudah mulia.