“Sengkarut Pengungkapan Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Kita Bisa Apa?”

Perhatian publik seolah tidak pernah lepas dari bergulirnya kasus penyiraman air keras yang dialami oleh penyidik senior KPK, Novel Baswedan. Sejak para tersangka yang mengaku sebagai pelaku penyiraman muncul ke hadapan  publik serta  berlanjut dengan tuntutan jaksa yang hanya melayangkan tuntutan 1 tahun penjara terhadap pelaku penyerangan membuat ruang publik geger hingga muncul trending tagar #GakSengaja dalam perbincangan dunia media sosial. Diskusi mengenai ‘drama’ penegakan hukum ini terus berlanjut. Hingga yang terakhir muncul diskusi yang bertajuk Ngobrol #GakSengaja dengan topik “Sengkarut Pengungkapan Kasus Penyerangan Novel Baswedan, Kita Bisa Apa?” diskusi ini diselenggarakan oleh Alumni Sekolah Anti Korupsi (SAKTI) bersama Indonesia Corruption Watch (ICW), Sabtu (27/6).

Acara diskusi yang berlangsung selama dua jam ini dihadiri oleh narasumber yang memiliki latar belakang yang beragam diantaranya yaitu Laola Ester (Peneliti ICW), Feri Amsari (Direktur PUSaKO), Zainal Arifin Mochtar (Akademisi FH UGM), serta tiga narasumber lainnya yang sekaligus eks pimpinan lembaga anti raswah KPK yaitu Bambang Widjojanto, Saut Situmorang, dan Abraham Samad. Kendati diskusi diselenggarakan secara virtual melalui aplikasi zoom meeting, namun antusiasme peserta dan narasumber terhadap topik yang didiskusikan begitu hidup hingga diskusi terselenggara dengan sukses.

Lalola menyampaikan bahwa ICW terus menyoroti kasus penyiraman kepada Novel Baswedan. Ia menilai ada inkonsistensi dalam pengungkapan kasus penyerangan tersebut. Sejak awal dijelaskan bahwa yang terjadi kepada Novel berkaitan dengan kasus yang sedang ditanganinya di KPK, namun apabila dilihat di persidangan, sama sekali tidak muncul dalam tuntutan Jaksa, yang justru menjelaskan keterangan yang disampaikan terdakwa dan tentu ini tidak bisa diterima oleh nalar kewarasan. Di akhir penyampaiannya, Lalola menyebut penuntasan kasus ini seperti sandiwara, dan sandiwara yang paling jelek yang harus kita bayar sebagai pembayar pajak.

Menanggapi banyak pertanyaan mengenai apa yang bisa kita lakukan  dalam merespon kasus yang menimpa Novel Baswedan, Saut Situmorang menyampaikan bahwa kita semua bisa melakukan banyak hal. Salah satunya adalah mengingatkan para pengawas lembaga penegak hukum untuk bekerja dan memastikan lembaga penegak hukum bekerja sesuai peraturan perundang-undangan. Disisi lain, Feri Amsari menyampaikan bahwa Presiden lah yang memiliki power untuk bisa melakukan banyak hal yang jauh lebih bermakna dibandingkan apa yang bisa kita lakukan dalam upaya mengungkap kasus ini. Feri juga mengkritisi pengungkapan kasus Novel yang seperti drama korea, seperti pelakunya namun bukan pelakunya.

Sedangkan Bambang Widjojanto menyebut kasus Novel adalah puncak peradilan sesat diantara banyaknya peradilan sesat. Menurutnya, kasus Novel tidak mungkin dilakukan oleh orang biasa melainkan diyakini dilakukan oleh sekelompok kekuatan yang punya akses kekuasaan yang bisa menentukan bagaimana kasus itu dibangun. Ia juga mengingatkan bahwa jangan berhenti pada diskusi atas apa yang sedang terjadi di pengadilan saja, tetapi juga harus mempersoalkan kejahatan luar biasa dalam prosesnya.

Zainal Arifin Mochtar dalam diskusi menyampaikan bahwa apa yang terjadi pada Novel adalah potret penegakan hukum di Indonesia saat ini. Dengan ini menurutnya, ada tagihan yang harus segera dikirimkan kepada Presiden, karena memang Presiden dalam kampanyenya dalam Pemilu Prsiden pernah punya janji besar dalam penegakan hukum. Abraham Samad juga menyampaikan bahwa Presiden harus bertanggungjawab penuh terhadap penegakan hukum termasuk dalam kasus Novel. Terakhir, Ia juga menyampaikan bahwa para pimpinan KPK harus menyatakan sikap yang jelas bahwa kasus penyerangan ini adalah bentuk perlawanan dan serangan terhadap agenda pemberantasan korupsi.

Dalam kegiatan diskusi ini, SAKTI juga menyampaikan ajakan kepada seluruh kalangan dan peserta diskusi untuk turut mendukung menyuarakan pengungkapan kasus ini salah satunya dengan cara menandatangani petisi yang di inisiasi oleh SAKTI yang ditujukan kepada Presiden dan lembaga penegak hukum yakni petisi 1 Juta Tanda Tangan Menuntut Keadilan Untuk Novel Baswedan meminta agar negara mengambil peran kongkrit mengungkap kasus penyerangan ini secara menyeluruh dan komperehensif  serta menghukum berat pelaku dan mengungkap aktor intelektual di balik penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.