Perbedaan Akan Indah dengan Semangat Toleransi

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk, beragam agama, beragam budaya, beragam suku, bahkan beragam bahasa. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) luas Indonesia berada di angka 1.916.906.77 km2. Tentu wilayah yang sangat luas tersebut menjadikan tidak heran ketika terdapat keberagaman yang luar biasa di Indonesia. Keberagaman tersebut melahirkan perbedaan antara satu dengan lainnya. Munculnya perbedaan tersebut sejatinya adalah keniscayaan yang memang sudah digambarkan oleh Allah swt. sendiri pada Surat Al-Hujurat ayat 13 :

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Jadi memang perbedaan adalah keniscayaan dan Allah swt. sendiri memberikan perintah untuk saling mengenal satu sama lain. Sehingga pada hakikatnya perbedaan tidak boleh dijadikan dasar untuk saling berkelahi atau menganggap dirinya paling benar atau menyalahkan pihak lain yang tidak sama dengan golongannya. Karena merujuk pada ayat tersebut dijelaskan bahwa yang paling mulia di sisi Allah swt. ialah orang yang paling takwa. Sedangkan takwa adalah konsep yang tidak bisa diukur oleh sesama manusia.

Bulan Ramadhan telah tiba, seperti biasa tentu terdapat berbagai keputusan terkait kapan awal Ramadhan tiba. Penetapan awal Ramadhan di Indonesia sendiri mengalami perbedaan di antara beberapa golongan umat Islam. Pimpinan Pusat Muhammadiyah melalui maklumatnya nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443H telah mengumumkan bahwa 1 Ramadhan jatuh pada tanggal 2 April 2022. Sedangkan pada keputusan sidang isbat yang digelar oleh Kementerian Agama bersama beberapa organisasi lain memutuskan 1 Ramadhan 1443H jatuh pada tanggal 3 April 2022. Keputusan yang berbeda dalam menetapkan awal Ramadhan bukanlah hal baru di Indonesia. Pada tahun 2014 dan beberapa tahun sebelumnya Indonesia juga mengalami perbedaan penetapan awal Ramadhan antara Muhammadiyah dengan Pemerintah.

Mengapa bisa berbeda? Sebenarnya kedua metode yang digunakan yakni imkan rukyat (pemerintah) dan wujudul hilal (Muhammadiyah) sama-sama memiliki dasar hukum yang kuat. Kriteria dalam metode imkan rukyat berdasarkan Musyawarah Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) adalah :

  1. Pada saat Matahari terbenam, ketinggian (altitude) Bulan di atas cakrawala minimum 3 °.
  2. Sudut elongasi (jarak lengkung) Bulan-Matahari minumum 6.4°, atau

Sementara itu, metode wujudul hilal yang digunakan Muhammadiyah memiliki definisi hilal yang sudah wujud di atas ufuk. Metode ini memiliki kriteria bahwa ketika bulan sudah berada di atas ufuk setelah terjadinya ijtimak dan setelah terbenamnya matahari berpapun ketinggiannya, maka awal sebuah bulan kamariyah sudah tiba.

Kedua metode tersebut tentu dilakukan oleh ahli di bidang ilmu falak dari masing-masing pihak. Metode yang digunakan pasti diproses melalui tahapan-tahapan yang tidak main-main dalam pengerjaannya. Perbedaan yang ada merupakan keniscayaan dari proses ijtihad masing-masing lembaga. Perbedaan yang ada harusnya tidak dipandang sebagai kesempatan untuk membenarkan pendapatnya sendiri lalu menyalahkan pihak yang memiliki pendapat lain, karena pada hakikatnya kebenaran yang mutlak adalah milik-Nya dan sebagai hamba kita hanya diperintah untuk Fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan), juri utama dari perlombaan ini adalah Allah swt. Maka hanya Allah swt. yang berhak memberikan keputusan terbaik atas segala yang dikerjakan umat manusia.

Maka dengan tulisan ini, saya mengajak kepada diri saya sendiri khususnya dan kepada para pembaca untuk mampu senantiasa meneguhkan semangat toleransi di tengah banyaknya perbedaan yang ada di Indonesia. Sepanjang setiap perbedaan tersebut memiliki dasar hukum dan tidak bertentangan dengan ajaran yang ada, maka pandanglah perbedaan tersebut sebagai anugerah bahwa memang kehidupan dunia ini sangatlah beragam dan itu semua berkah keindahan ciptaan yang telah Allah swt. berikan.

Energi kita akan terbuang percuma jika bergelut pada sesuatu perbedaan yang merupakan sebuah keniscayaan. Perbedaan tersebut akan indah jika kita mampu menanggapi hal tersebut dengan semangat toleransi yang tentu akan memberikan kesan adem kepada lingkungan. Prof. Haedar Nashir (Ketua Umum PP. Muhammadiyah) menjelaskan bahwa dalam menyikapi adanya perbedaan tersebut dibutuhkan sikap toleran, rendah hati, dan bijaksana dari semua warga Muslim dan pemerintah maupun para pihak lainnya. Jangan sampai malah memberikan pernyataan yang hanya menimbulkan konflik yang tidak diperlukan. Perlu dipahami bahwa Ramadhan adalah bulan suci yang lebih baik dimaksimalkan dalam upaya beribadah maupun mendekatkan diri kepada Allah swt. bukan malah saling menjatuhkan ataupun menyalahkan.

Akhirnya, selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1443H kepada seluruh umat Islam di dunia. Semoga mampu secara maksimal menggunakan kesempatan emas ini untuk senantiasa mendekatkan diri dan meraih ridho-Nya.  Aamiin

 

 

Referensi :

https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/UFpWMmJZOVZlZTJnc1pXaHhDV1hPQT09/da_01/1

https://nasional.kontan.co.id/news/penetapan-hilal-awal-bulan-hijriah-akan-gunakan-kriteria-baru-ini-penjelasan-kemenag

Abu Yazid Raisal, BERBAGAI KONSEP HILAL DI INDONESIA, Al-Marshad: Jurnal Astronomi Islam dan Ilmu-Ilmu Pengetahuan Berkaitan, Volume 4, No. 2, Desember 2018.

https://muhammadiyah.or.id/luruskan-niat-berpuasa/