“PAWANG HUJAN” DALAM DUNIA ILMIAH

Baru-baru ini Indonesia dihebohkan oleh kehadiran sosok “pawang hujan” pada ajang balap Moto GP di sirkuit Mandalika. Aksi pawang hujan tersebut menarik perhatian para pembalap dan kru serta para penonton. Kehadiran sosok pawang hujan sejatinya bukan hal baru di Mandalika. Sebelum aksi MotoGP Indonesia yang baru saja digelar, pawang hujan juga sempat menjadi pembicaraan menjelang balapan WSBK di Mandalika tahun lalu.

Penggunaan pawang hujan kerap kali dilakukan di Indonesia, terlebih pada even-even besar. Hal ini dikarenakan intensitas hujan di Indonesia yang cukup tinggi yang menyebabkan permintaan akan jasa pawang hujan masih selalu ada.

Namun, jika melihat dari kaca mata sains, pawang hujan adalah sesuatu yang di luar nalar alias tidak bisa dicerna oleh akal sehat. Aksi pawang hujan masih kental dengan sentuhan budaya dan kegiatan supranatural yang tidak bisa diterima oleh cara kerja akal manusia normal.

Walaupun begitu, jika berkaca pada ilmu pengetahuan, apakah mungkin manipulasi cuaca seperti yang pawang hujan tersebut bisa dilakukan?

Percaya atau tidak, sains mengatakan bahwa itu mungkin, dan itu fakta, melalui sebuah metode yang dinamakan Cloud Seeding. Cloud seeding adalah sebuah proses yang  bertujuan untuk meningkatkan jumlah hujan dalam suatu wilayah tertentu.

Sesuai dengan Namanya, cloud seeding atau penyemaian awan. Kegiatan ini berupa menambahkan zat-zat ke awan dengan menggunakan pesawat. Penambahan “benih” pada awan ini mampu memberikan dorongan pada awan untuk menciptakan hujan lebih cepat dari biasanya. Zat-zat yang dipakai sebagai benih adalah zat yang mengandung unsur klorida yang tinggi.

Klorida berperan penting dalam pekerjaan ini. Seperti yang kita tahu, udara mengandung uap air, ketika sudah mencapai lapisan atmosfer tertentu, uap air tersebut akan menurun suhunya lalu membentuk partikel es yang menggumpal menjadi awan sebelum akhirnya jatuh menjadi hujan. Peran zat klorida dalam hal ini adalah untuk mempercepat uap air berubah menjadi partikel es, sehingga dengan begitu, otomatis turunnya hujan juga menjadi lebih cepat.

Cloud Seeding ini bukan hanya sekedar teori belaka, tapi sudah pernah dipraktekkan. Umumnya Cloud seeding ini dilakukan di negara-negara dengan curah hujan rendah seperti di negara-negara Timut Tengah. Uni Emirat Arab contohnya, pada tahun 2015 Negara ini rela merogoh anggaran perbelanjaan negaranya sebesar 5 juta dollar demi untuk mewujudkan Cloud Seeding ini.

Amerika Serikat juga tidak asing dengan manipulasi cuaca. Dari pertengahan 1960-an hingga awal 1980-an, NOAA (Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional) secara aktif mengejar Proyek STORMFURY, sebuah program untuk modifikasi badai eksperimental. Penyemaian awan secara khusus telah digunakan di Great Plains dan negara bagian barat untuk memerangi kekeringan.

Wyoming baru saja menyelesaikan studi senilai $15 juta selama 10 tahun yang menyimpulkan bahwa penyemaian awan dapat menambahkan, rata-rata, 10 persen lebih banyak salju ke badai yang ada. Di Idaho tahun ini, National Science Foundation mendanai sebagian proyek penelitian untuk menguji penyemaian awan guna meningkatkan hujan salju di dekat komunitas yang dapat digunakan untuk irigasi tanaman dan pembangkit listrik tenaga air.

Bagaimana? Sudah percaya tidak?

Bermain-main dengan cuaca adalah hal yang rumit, tapi itu bukanlah hal yang mustahil bagi ilmu pengetahuan. Tapi kalau dengan pawang hujan, mimin tidak bisa menjelaskan. Biarlah itu hanya sekedar menjadi warisan budaya leluhur kita.

Sumber :

NOW. 14 Agustus 2020. Making it Rain: The Science of Weather Manipulation. Diakses pada tanggal 1 April 2022, dari https://now.northropgrumman.com/making-rain-science-weather-manipulation/