Menilik Labirin Chikungunya, Keluar dengan Sederhana (part 1)

AKhir-akhir ini kepikiran dengan teman saya yang pernah terserang salah satu penyakit akibat nyamuk, yaitu DBD. Lambat laun saya tertatik untuk mencari jenis penyakit yang bisa timbul dari nyamuk. Sedikit random memang, tapi begitulah kita dalam mencari ilmu yang diawali dari rasa ingin tahu.

Sebagai negara yang dilewati garis khatulistiwa dan beriklim tropis, Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi mulai dari fauna, flora, dan sumber daya alam lainnya. Pengelolaan lingkungan yang kurang baik serta gaya hidup masyarakat yang kurang peduli dengan kesehatan akan berdampak buruk bagi kualitas kesehatan masyarakat. Contohnya yaitu timbulnya bateri dan virus pantogen yang dapat menginfeksi serangga, hewan, maupun tumbuhan sehingga menular pada manusia. Masyarakat Indonesia tidak lagi asing dengan nyamuk sebagai penyebar penyakit, kebanyakan mengetahui spesies Aedes Aegypti sebagai pembawa penyakit Demam Berdarah Dengue atau DBD. Telah banyak sosialisasi serta tindakan khusus mengenai penyakit ini walaupun sebenarnya gigitan nyamuk terinfeksi juga menimbulkan penyakit lain yaitu Chikungunya. Sebagai penyakit yang tidak asing terjadi di Indonesia, sosialisasi Chikungunya jarang dilakukan. Penyakit ini tidak mematikan seperti DBD ataupun TBC namun dengan angka penderita mencapai 3.918 jiwa akan menghambat roda kehidupan, baik aspek ekonomi, politik, sosial dan budaya.

Sekitar 200-300 tahun lalu virus chikungunya (CHIK) merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan Afrika. Virus Chikungunya pertama kali diketahui melalui pengujian darah pada tahun 1953 di Tazania dan masuk ke Indonesia mulai tahun 1973 di Samarinda. Dalam bahasa Swahili, Chikungunya berarti perubahan bentuk tubuh menjadi melengkung mengacu pada akibat nyeri sendi hebat ersama naiknya suhu tubuh hingga 39 derajat celsius. Penyakit yang disebabkan oleh alphavirus disebarkan oleh gigitan nyamuk dari spesies Aedes Aegypti dan Aedes albopictus. Virus tingkat IV ini menyerang semua lapisan usia, baik anak-anak maupun dewasa. Ketika tubuh terinfeksi, penderita secara mendadak mengalami demam tinggi selama lima hari disertai nyeri hebat pada persendian, terutama bagian lutut serta pergelangan tangan dan kaki. Pada penderita anak-anak terkadang ditemukan ruam pada kulit dan mata merah seperti pada gejala flu berlangsung 2-3 hari. Pernah terjadi timbul rasa mual sampai muntah bersamaan dengan gangguan psikis syok yang menimbulkan pendarahan kecil.

Lebih baik untuk membawa penderita bergejala chikungunya ke puskesmas maupun Rumah Sakit setempat untuk mendapatkan pengobatan yang lebih intensif. Sampai saat ini, belum ada laporan kematian akibat penyakit Chikungunya namun diketahui bahwa penyakit ini bersifat self limiting atau sembuh dengan sendirinya. Pada penderita anak-anak mayoritas penyakit sembuh dalam kurun waktu satu minggu sedangkan penderita dewasa harus merasakan nyeri sendi hingga berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Inilah keluhan utama pasien Chikungunya. Belum ditemukan vaksin maupun obat khusus untuk Chikungunya. Dianjurkan istirahat untuk mengurangi keluhan akut dan mengurangi pekerjaan berat yang dapat mengkambuhkan gejala sendi. Karena belum ada obat spesifik untuk membunuh alphavirus, pasien yang merasa sakit Chikungunya dapat minum penghilang sakit (analgetik), misalnya parasetamol. Dokter akan menyarankan untuk rawat jalan dalam penanganan penderita Chikungunya. Banyak mengkonsumsi air putih mempercepat penyembuhan dibarengi pemeriksaan diri yang teratur pada dokter.

~nantikan di part 2