Oleh Faris Hafizh Makarim, Institut Teknologi Bandung, Penerima Manfaat BAKTINUSA Angkatan 9, Bandung
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ
(Q.S. Al-Alaq-1)
Kita selalu mendengar bahwa ‘iqro’ yang ada di ayat tersebut selalu menjadi acuan untuk ajakan kita untuk membaca. Kita pun tahu apa yang menjadi urgensi kita untuk selalu membaca.
“Membaca itu ibarat menambang. Semakin dalam, semakin banyak hal berharga yang didapati.” -Jeni Karay
“Today a reader, tomorrow a leader” -Margaret Fuller
Benar sekali quotes-quotes di atas. Membaca benar-benar dapat dijadikan jalan untuk mendapatkan pengetahuan yang luas dan dalam sehingga pengetahuan tersebut dapat kita pakai untuk menjalankan hidup yang bermakna. Kebermaknaan hidup kadang dapat dilihat dari seberapa sukses diri kita.
Buku Sebagai Objek Membaca yang ‘Biasa’
Sebelum Elon Musk sukses seperti sekarang dengan SpaceX, Neuralink, dan Tesla, beliau menghabiskan lebih dari sepuluh jam perhari untuk membaca novel science-fiction. Pun pengetahuannya tentang roket didapatkan banyak dari buku bacaannya. Itulah salah satu contoh kekuatan yang dimiliki dari membaca [1]. Namun, apakah membaca dikaitkan dengan buku semata?
Cukup wajar jika kita mengaitkan membaca dengan buku. Dari kita kecil, buku selalu dijadikan simbol dari membaca. Namun, sesungguhnya objek yang dibaca tidaklah sekadar buku.
Sebuah Paradigma Baru
Membaca adalah jalan utama yang mengantarkan kita ke pengetahuan, dan pengetahuan dipakai untuk menjalankan kehidupan. Namun, jika membaca hanya memiliki keterkaitan dengan buku, kenapa manusia-manusia sebelum muncul “tulisan” dapat berkembang hingga menjadi manusia dengan “tulisan”? Nabi Muhammad S.A.W pun tidak dapat membaca saat pertama kali diturunkan wahyu, yaitu saat usia beliau 25 tahun. Bagaimana bisa beliau menjalankan kehidupan 25 tahun tanpa membaca? Karena sesungguhnya membaca yang dimaksudkan disini adalah membaca dunia, hal yang lebih luas dari sekadar membaca buku.
Membaca Dunia
Apa itu membaca dunia? Yaitu mengamati dunia dan seisinya, mengambil pengetahuan dari sana, dan mendapatkan hikmah. Alessandro Volta memulai penemuan luar biasa tentang listrik dari penemuan gas metana di rawa-rawa [2]. Isaac Newton memformulasikan gravitasi dari apel yang terjatuh dari pohon [3]. Sesungguhnya, mereka berhasil menjadi penemu luar biasa yang pengetahuannya menjadi amal jariyah sampai hari ini. Inilah hasil pem’baca’annya terhadap fenomena-fenomena yang ada di dunia. Pun kita juga dapat mengambil banyak pelajaran simpel dari dunia sekitar kita.
Lihatlah ulat yang mengubah diri menjadi kepompong. Suatu hari nanti, kepompong itu akan mengubah ulat yang kadang dilihat ‘menjijikkan’ menjadi kupu-kupu yang indah. Sesungguhnya fenomena ini dapat di’baca’ dan didapatkan hikmah bahwa semua makhluk hidup masih memiliki kesempatan kedua selama kita masih hidup. Contoh lain dari membaca dunia adalah dalam melakukan pengabdian masyarakat. Hal paling penting yang harus dilaksanakan pertama kali dalam pengabdian masyarakat adalah mem’baca’ keadaan. Kita harus tahu terlebih dahulu bagaimana kondisi dan kebutuhan masyarakat yang ingin kita bantu. Jangan sampai kita salah ‘memberi’. Alih-alih memberikan dampak baik, kita bisa mendapatkan dampak buruk jika kita salah dalam ‘memberi’. ‘Baca’lah keadaan sehingga kita sanggup memahami orang lain yang akan kita bantu.
Bacalah, maka kita bisa juga menemukan ‘makna’ kita sendiri dari pem’baca’an kita. Mungkin buku dapat memberitahu pemaknaan orang lain terhadap dunia. Tetapi jangan lupa bahwa kita bisa memaknai sendiri dunia dunia ini.
[1] https://www.gramedia.com/blog/tokoh-dunia-yang-mengawali-sukses-dari-kebiasaan-baca-buku/
[2] https://www.penemu.co/penemu-baterai-alessandro-volta/
[3] https://www.ilmusiana.com/2015/08/penemu-gaya-gravitasi-isaac-newton.html