Seleksi masuk perguruan tinggi kini telah memasuki tahap akhir. Setelah sebelumnya telah dilakukan pengumuman SNMPTN dan SBMPTN, para calon mahasiswa yang belum diterima kini tinggal memiliki satu harapan yakni jalur mandiri. Berbeda dengan dua jalur sebelumnya yang dikelola secara terpusat oleh pemerintah, jalur mandiri merupakan sistem penerimaan mahasiswa baru yang dilaksanakan secara mandiri oleh masing-masing perguruan tinggi. Artinya, mulai dari persyaratan, biaya tes, soal tes, hingga penentuan kelulusan menjadi tanggungjawab masing-masing kampus.
Sayangnya, jalur mandiri hari ini nampaknya belum hadir untuk semua golongan. Stigma ‘jalur mahal’, ‘jalur premium’, atau ‘jalur orang kaya’ yang ada di tengah masyarkakat pun tak terbantahkan ketika melihat praktik jalur mandiri disebagian besar kampus yang mensyaratkan nominal uang yang besar. Bahkan, jika dilihat lebih jauh, praktik jalur mandiri patut dipertanyakan: sebuah proses seleksi akademik atau ekonomik?
Uang pangkal dan penggolongan UKT
Salah satu momok jalur mandiri ialah keberadaan uang pangkal, yakni sejumlah uang yang dibayarkan di awal sebagai syarat registrasi setelah calon mahasiswa dinyatakan lulus. Menurut permensitekdikti nomor 39 tahun 2017, di era uang kuliah tunggal (UKT), uang pangkal memang tidak boleh lagi dibebankan pada mahasiswa. Hanya saja pada pasal 8, pengecualian diberikan kepada 4 jalur salah satunya jalur mandiri.
Nominal uang pangkal jauh dari kata terjangkau. Sebagai contoh, di UNPAD, uang pangkal dikenal dengan nama dana pengembangan (DP) yang besarannya mulai dari 20 juta hingga 250 juta untuk saintek dan 15 juta hingga 75 juta untuk program studi soshum. Di Undip besaran uang pangkal atau sumbangan pengembangan institusi (SPI) mencapai 150 juta. Sedangkan di Universitas Brawijaya, uang pangkal berkisar antara 9 juta hingga 232 juta tergantung pada jurusan yang dipilih. Uang pangkal juga terdapat di UNS dengan 4 golongan, mulai dari 0rupiah pada golongan 1, 7juta-100 juta pada golongan 3, hingga golongan 4 yang nominalnya dapat diisi sendiri. Sejauh ini hanya UGM, jalur reguler UI, UIN, dan sebagian jurusan di UNSRI yang tidak memungut uang pangkal.
Disamping uang pangkal yang tinggi, kebanyakan mahasiswa jalur mandiri juga dikenakan kebijakan UKT yang berbeda dari jalur lainnya. Di UNPAD, ITS, dan UNDIP mahasiswa jalur mandiri langsung dikenakan biaya UKT tertinggi. Sedikit berbeda, UKT jalur mandiri di UNSRI dan UNAIR hanya terdiri dari satu kelompok (tarif flat) per program studinya. Sementara itu di ITB dan UNS jalur mandiri memiliki golongan UKT tersendiri dan tentu lebih tinggi dari jalur lainnya. Sedangkan di Untirta Banten dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) jalur mandiri dikenakan minimal UKT golongan 3.
Bertentangan dengan semangat inkusifitas perguruan tinggi
Besarnya nominal uang pangkal dan membedakan golongan UKT pada mahasiswa jalur mandiri sejatinya tak sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berasaskan keadilan dan keterjangkauan. Pasal 6 UU no.12 tahun 2012 juga telah menegaskan pendidikan tinggi seharusnya diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Indonesia pun telah meratifikasi International Convenant on Economic, Sosial, and Cultural Rights(ICESCR) dengan UU Nomor 11 Tahun 2005. Dimana salah satu poin kovenan ini menyatakan bahwa higher education shall be made equally accessible to all, on the basis of capacity, by every appropriate means, and in particular by the progressive introduction of free education.Arrinya, mulai dari seleksi masuk hingga jalannya perkuliahan, pemerintah dan perguruan tinggi harus menjamin prosesnya dapat diikuti oleh semua kalangan termasuk pada jalur mandiri. Jalur ini harus tetap memberikan ruang bagi mereka yang berada di level mengengah kebawah.
Penentuan UKT secara flat (tanpa golongan) dan menetapkan minimal golongan UKT tertentu pada jalur mandiri juga tak sejalan dengan pelaksanaan uang kuliah tunggal yang harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi mahasiswa sebagaimana tercantum pada pasal 3 permenristekdikti 39 tahun 2017. Selain itu, praktik jalur mandiri di berbagai kampus juga dianggap melanggar pasal 73 ayat 5 UU 12 tahun 2012. Pasal ini menegaskan bahwa penerimaan mahasiswa baru perguruan tinggi merupakan seleksi akademis dan dilarang dikatikan dengan tujuan komersial.Dugaan praktik komersialisasi pada jalur mandiri ini dapat dilihat dari ketentuan yang meminta peserta mengisi kesanggupan nominal uang pangkal sebelum dinyatakan lulus. Ketentuan ini dapat ditemukan di Universitas Negeri Semarang (UNNES) dan Universitas Jendral Soedirman (UNSOED). Tentu hal ini menimbulkan kecuriggan sekaligus kekhawatiran bahwa besaran nominal yang diisi akan memengaruhi kelulusan, sehingga para peserta pun berlomba-lomba bahkan memaksakan untuk memilih golongan yang tinggi.
Terkait komersialisasi, Kajian yang dirilis BEM UNS menunjukkan hubungan nominal uang pangkal (SPI) dengan jumlah peminat disuatu jurusan, dimana semakin tinggi peminat suatu jurusan maka semakin tinggi pula uang pangkalnya. Penentuan harga sesuai demand (permintaan pasar) ini dapat menjadi indikasi sederhana sekaligus memerkuat dugaan praktik jalur mandiri yang cenderung komersil.
Pemerintah harus turun tangan
Jalur mandiri pun memang menjadi hak bagi setiap kampus untuk menjalankan dengan ketentuannya masing-masing. Namun, bukan berarti pemerintah dapat begitu saja lepas tangan. Negara harus hadir menjaga nilai-nilai pendidikan dan memastikan pendidikan tinggi dapat diakses semua kalangan. Sudah saatnya pemerintah melalui menristekdikti, mengatur lebih ketat penyelenggaraan jalur mandiri atau bahkan mempertimbangkan kembali eksistensi jalur ini. Jika memang masih dipandang perlu, pemerintah harus segera menyiapkan koridor-koridor praktik jalur mandiri yang inklusif dan tidak diskriminatif. Pengawasan pun menjadi penting agar jalur mandiri ini tetap menjadi ajang pencarian peserta mahasiswa baru yang terbaik berdasarkan kemampuan akademik, bukan ekonomik.
M.Atiatul Muqtadir
Preiden Mahasiswa BEM KM UGM 2019
Koordinator isu Hukum, HAM, Korupsi BEM Seluruh Indonesia.