Era Pertanian 4.0 : Sudah Masif kah?

Oleh : Nadia Karimah

PM BAKTI NUSA 9 Bandung

Dalam beberapa waktu terkahir istilah revolusi industri 4.0 akrab di telinga kita.  Memasuki era ini, berbagai aktivitas selalu dikaitkan dengan sistem otomasi. Kecanggihan teknologi era ini membuat banyak kondisi berubah. Semua sektor bisnis, pendidikan, dan politik telah berevolusi. Lalu bagaimana dengan sektor pertanian di era revolusi 4.0?

Menurut BPS tahun 2013,  sektor pertanian memiliki kontribusi sebesar 14,44% atau mencapai Rp 3.366,8 triliun untuk produk domestik bruto (PDB), juga menjadi sektor kedua paling berpengaruh terhadap ekonomi masyarakat. Tentunya ketika kebutuhan akan pangan yang terus meningkat, menuntut perkembangan pula di sektor pertanian. Benar adanya revolusi industri 4.0 sektor pertanian mendukung banyak hal, dengan digitalisasi, prosesing hingga teknologi.

Namun sejatinya, implementasi pertanian 4.0 dirasa belum masif serta belum jelas arahnya. Setiap perubahan, ada distraksinya. Ada beberapa tantangan yang perlu dihadapi. Yakni yang pertama, kepemilikan lahan tergolong sempit, kurang dari 0.2 ha untuk tiap petani. Kedua, rendahnya manajemen dalam usaha tani serta modal usaha. Ketiga, berkurang atau hilangnya sumber-sumber pertanian tanpa diversifikasi pangan. Keempat, rendah dan lemahnya penguasaan teknologi. Dan kelima, adalah masalah sosial mengenai regenerasi petani.

Tantangan yang ada perlu diselesaikan, tetapi kita pun dituntut untuk bergerak cepat membuat strategi mengikuti arus industri 4.0.  Mau tidak mau pemangku serta pelaku sektor pertanian harus mampu beradaptasi dengan perubahan yang ada serta mengubah tantangan menjadi peluang. Pemangku dan pelaku sektor pertanian menjadi dua unsur SDM penting yang perlu diselaraskan. Tak bisa dipungkuri dengan kondisi sosial yang ada stigma mengenai ‘petani’ konvensional, usia lanjut dan ekonomi serta pendidikan yang rendah itu masih ada. Intinya adalah pada pembekalan SDM, dalam hal ini petani serta regenerasinya.

Lebih jauh saya ingin mengajak generasi muda mengambil peran ini. Istilah smart agriculture dan turunannya, internet of things serta big data lekat dengan kita. Dengan peluang industri 4.0 yang sangat besar mampu kita manfaatkan dalam skala yang lebih masif lagi.

Bagaimana cara memanfaatkannya?

Pertama, belajar, terutama petani-petani milenial atau modern yang dinilai mampu mengadopsi teknologi atau bahkan menciptakan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran. Kedua, kerjasama dan kolaborasi dengan stakeholder yang ada mulai dari pemerintah melalui Kementan, BPPT hingga perguruan tinggi. Bahkan hingga kini pun, pemerintah telah membuat program petani milenial untuk Indonesia. Disusul dengan peminatan teknologi pertanian terus dikembangkan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Hanya saja, kita yang memilih apakah siap untuk terlibat secara langsung untuk membuat sistem pertanian yang terintegrasi.

“The ultimate goal of farming is not the growing of crops, but the cultivation and perfection of human beings.” – Masanobu Fukuoka

Sejatinya bicara pertanian, tidak hanya berurusan dengan hulu hingga hilir sektor pertanian, tetapi bagaimana dengan sektor ini bisa menumbuhkan manusia dan membangun sebuah negara yang kuat.