Bismillah Tarawih, eh Berapa Rakaat ya?

Alhamdulillah esok kita semua sudah mulai melaksanakan puasa Ramadan lho, itu tandanya malam ini kita akan melaksnakan salat Tarawih di masjid dengan tetap menjaga jarak serta menerapkan protokol kesehatan ketat atau salat di rumah saja. Tapi kita harus tahu, berdasarkan HR. Tirmidzi, “Sesungguhnya siapa saja yang salat bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan salat semalam suntuk”.

Kita perlu tahu kalau ternyata keutamaan salat Tarawih mengikuti tiga pembagian hari di bulan Ramadan. Pada sepuluh hari pertama Ramadan dikenal dengan rahmat, sebab Allah banyak menurunkan rahmat kepada siapa saja yang taat beribadah. Sedangkan pada sepuluh hari kedua disebut dengan magfirah atau ampunan dari Allah. Konon sesiapa yang banyak beribadah dan memohon ampunan di bulan Ramadan akan diampuni dosa-dosanya oleh Yang Maha Kuasa. “Barangsiapa melakukan qiyam Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni” – HR. Bukhari dan Muslim. Sementara itu, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan dikenal dengan penghindaran dari siksa api neraka. Umat Islam berkesempatan menyucikan diri dengan berdoa dan beribadah sebanyak-banyaknya pada malam-malam terakhir ini. Di malam-malam terakhir ini pula terdapat malam seribu bulan atau malam lailatul qadr.

 

Namun sayangnya, setiap tahun selalu saja ada kebingungan tersendiri terkait jumlah rakaat dalam salat Tarawih. Eits tapi tak perlu bingung karena kami akan membahas berapa jumlah maksimal rakaat dalam salat Tarawih.

 

Hampir semua ulama mengatakan, tidak ada batas maksimal untuk jumlah rakaat salat tarawih. Diantara dalil yang menunjukkan tidak ada batas untuk jumlah rakaat Salat Tarawih adalah hadis dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw. mengenai tata cara salat malam. Kemudian beliau menjelaskan,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Salat malam itu dua raka’at-dua rakaat. Jika kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu rakaat, untuk menjadi witir bagi salat-salat sebelumnya.” (HR. Bukhari 990 dan Muslim 749)

 

Lalu Pilih 11 atau 23?

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Tatkala Umar mengumpulkan manusia dan Ubay bin Kaab sebagai imam, dia melakukan salat sebanyak dua puluh rakaat kemudian melaksanakan witir sebanyak tiga rakaat. Namun ketika itu bacaan setiap rakaat lebih ringan dengan diganti rakaat yang ditambahkan. Karena melakukan semacam ini lebih ringan bagi makmum daripada melakukan satu rakaat dengan bacaan yang begitu panjang”(Majmu’ al-Fatawa, 22/272).

Praktik di atas menunjukkan bahwa jumlah rakaat bukan acuan utama penilaian. Karena semua kembali kepada mana yang lebih berkualitas. Allah Ta’ala berfirman:

الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا

“Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya” (QS. al-Mulk: 2).

 

Salah satu di antara faktor yang menentukan kualitas adalah kekhusyukan. dan salah satu faktornya adalah kondisi makmum. Karena itu, Syaikhul Islam menyimpulkan, yang paling afdal adalah menyesuaikan kondisi makmum. Ia mengatakan:

“Yang paling afdal, berbeda-beda sesuai kondisi orang yang salat. Jika mereka bisa diajak berdiri lama, maka tarawih dengan sepuluh rakaat dan tiga rakaat setelahnya lebih bagus. Seperti yang dilakukan sendiri oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di bulan Ramadan dan di luar Ramadan. Namun jika mereka tidak kuat berdiri lama, tarawih dua puluh rakaat lebih afdhal” (Majmu’ al-Fatawa, 22/272).

 

Sayangnya, banyak praktik yang kurang maksimal di sekitar kita nih. Sebagian masjid yang tarawih 23 rakaat, sangat tidak thumakninah. Bahkan ada yang selesainya kurang dari setengah jam. Sementara mereka yang salat sebelas rakaat, selesai selama setengah jam. Masalah jumlah, jangan sampai mengorbankan kualitas ya, karena thumakninah bagian dari rukun salat.