KolaborAksi Pemerintah dan Pemuda Sebagai Agent of Change dalam Menyongsong Indonesia Emas 2045
Oleh: Hapidurohman, Alumni Awardee Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA)
“Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncang dunia” – Ir. Soekarno
Pernyataan tersebut merupakan gambaran bahwa pemuda merupakan pembawa perubahan (agent of change) dan kunci dari pembangunan (agent of development). Sebagai pembawa perubahan (agent of change) dan kunci dari pembangunan (agent of development), pemuda memiliki peran yang strategis dalam mendukung pembangunan masyarakat Indonesia yang berkualitas.
Pemuda merupakan generasi penerus, penanggung jawab dan pelaku pembangunan masa depan. Kekuatan bangsa di masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya pemuda saat ini. Selain itu, pemuda juga berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta Indonesia Emas 2045, salah satunya karena proporsi jumlah penduduk usia muda yang relatif lebih besar dibanding penduduk lain.
Pemuda adalah masa di mana manusia sedang berada di dalam puncak potensinya,berbagai potensi yang dimiliki pemuda antara lain, Pertama Potensi Spiritual. Pemuda sejati, ketika meyakini sesuatu, akan memberi sesuatu apapun yang dimiliki dan disanggupinya secara ikhlas tanpa mengharapkan pamrih apapun. Kedua, Potensi Intelektual. Daya analisis yang kuat didukung dengan spesialisasi keilmuan yang dipelajari menjadikan kekritisan pemuda berbasis Intelektual yang bisa memaksimalkan potensi Transformative EduAction (pendidikan transformatif) lewat penekanan kerja sama tim dan hubungan antar manusia. Ketiga, Potensi Emosional. Keberanian, semangat, dan kemauan keras yang dimilikinya senantiasa menggelora serta mampu menular kedalam jiwa bangsanya. Keempat, Potensi Fisikal. Secara fisik pemuda berada dalam puncak kekuatan.
Akan tetapi, di samping potensi yang ada, pemuda Indonesia saat ini berada dalam tantangan quarter life crisis. Di mana hal ini membuat para pemuda menjadi hilang arah dan tidak memiliki tujuan yang jelas untuk kehidupan kedepannya serta adanya kecenderungan sikap ketidakjujuran yang makin membudaya.
Selain itu, pemuda Indonesia dewasa ini juga telah banyak kehilangan jati dirinya, terutama dalam hal wawasan kebangsaan dan patriotisme (cinta tanah air) Indonesia, oleh karenanya dibutuhkan adanya Kolaborasi dan Aksi nyata dari pemerintah dan pemuda untuk mengatasi pemasalahan ini salah satunya melalui rethinking (pemikiran kembali) dan re-inventing (penemuan kembali) dalam nation character building (pembangunan karakter bangsa) bagi pemuda yang berwawasan kebangsaan dan patriotisme untuk menemukan kembali jati diri bangsa yang berintergritas dan cendikia, salah satunya melalui edukasi literasi digital dengan mengorganisir ragam unggahan media sosial hingga menggelar webinar beserta kampanye daring guna menggaungkan kembali cinta tanah air serta mencegah disinformasi seputar kondisi negara, mempromosikan pemikiran kritis lewat media sosial, dan memastikan informasi yang dibagikan akurat sekaligus bermanfaat.
Dengan adanya kolaborasi dan aksi nyata dari pemerintah dan pemuda, diharapkan membentuk pemuda yang berintegritas tinggi dan berkualitas serta memiliki wawasan yang luas yang pada akhirnya akan berkontribusi untuk kemajuan bangsa ini khususnya menyongsong Indonesia Emas 2024.
Sebab pada hakikatnya pemuda adalah salah satu pilar yang memiliki peran besar dalam perjalanan kehidupan berbangsa dan bernegara sehingga maju mundurnya suatu negara atau daerah sedikit banyak ditentukan oleh pemikiran dan kontribusi aktif dari pemuda di negara tersebut. Begitu juga dalam lingkup kehidupan bermasyarakat, pemuda merupakan satu identitas yang potensial dalam tatanan masyarakat sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber insani bagi pembangunan bangsa, karena pemuda sebagai harapan bangsa dapat diartikan bahwa siapa yang menguasai pemuda akan menguasai masa depan.
Filantropi Kaum Muda di Jalan Welas Asih
Jakarta – Dalam lima tahun terakhir keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi meningkat secara signifikan, keterlibatan kaum muda ini mengubah peta dan pola filantropi di Indonesia.
Kebanyakan pemuda mendirikan atau menjadi relawan yayasan atau komunitas bahkan social enterprise yang berorientasi memberikan dampak kepada masyarakat. Aksi-aksi sosial terbukti efektif menjawab berbagai permasalahan hingga ke akar rumput. Gerak bebas dan tak banyak terjerat sistem birokrasi membuat langkah aksi sosial bisa lebih cekatan. Inovasi dan kreasi lebih mudah tercipta.
Hanya saja, menurut Sri Utami, alumni awardee Beasiswa Aktivis Nusantara (BAKTI NUSA), dalam kurun dua tahun terakhir minat mahasiswa terhadap organisasi maupun gerakan kepemudaan relatif menurun. Hal tersebut dikarenakan adanya berbagai tawaran prestise menggiurkan yang seringkali membuat mahasiswa harus menggeser prioritasnya.
“Keterlibatan dalam aksi-aksi sosial dan kepemudaan kian menyepi. Ini menjadi PR tersendiri untuk organisasi/komunitas supaya lebih adaptif dan “berhubungan harmonis” dengan anggota. Memastikan agar anggota mendapatkan manfaat walaupun tidak secara materi,” kata Sri Utami.
Sri sendiri merupakan pendiri Eduaksi, sebuah komunitas pendidikan yang berfokus membantu siswa SMA/sederajat agar dapat melanjutkan pendidikan tinggi. Bersama teman-teman alumni SMAN 1 Boyolali ia bertekad membantu siswa daerah agar #SemuaBisaKuliah.
“Eduaksi ialah refleksi saya sebagai pemuda yang ingin berkontribusi untuk masyarakat. Kami berusaha menjadi cahaya mimpi yang tak terbatas, kami yakin kreativitas dan optimisme mampu bersatu mendobrak batasan yang ada, tidak ada penghalang untuk kita bisa bermimpi sebesar apapun,” jelas Sri.
Sri yang saat ini mengambil Magister Geografi di Universitas Gadjah Mada (UGM) menegaskan jika pemuda berperan penting dalam pendidikan transformatif (Transformative EduAction) sebagai agen perubahan, inovator, dan partisipan aktif dalam proses pendidikan serta aksi sosial. Mereka menjadi agen perubahan dengan memiliki kesadaran kritis untuk mengidentifikasi masalah sosial dan mencari solusi melalui tindakan nyata, serta mengadvokasi kebijakan lebih baik.
Sebagai alumni awardee BAKTI NUSA yang digembleng lewat ragam pengayaan kompetensi mumpuni ia berkeinginan supaya pemuda memiliki kesadaran kritis. “Berdasarkan pemikiran Paulo Freire, pemuda yang terdidik secara transformatif memiliki kesadaran kritis terhadap realitas sosial, mampu mengidentifikasi akar masalah ketimpangan, dan mencari solusi nyata,” lanjut Sri.
Sri berharap ke depannya para pemuda bisa memberikan pengaruh dan semangat agar nilai-nilai kemanusiaan tetap terjaga melalui berbagai aksi-aksi nyata.