Dalam dunia yang penuh dinamika dan tuntutan, seorang pemimpin tidak hanya dituntut cerdas berpikir dan cepat mengambil keputusan. Ia juga harus kuat secara fisik dan mental. Bagaimana mungkin seorang pemimpin bisa hadir untuk orang lain, jika dirinya sendiri rapuh dan mudah tumbang?
Minum jamu adalah salah satu bentuk ikhtiar sederhana namun penuh makna. Warisan nenek moyang ini bukan sekadar tradisi, melainkan bentuk kecintaan pada tubuh dan penghargaan pada keseimbangan hidup. Jamu seperti kunyit asam, beras kencur, hingga temulawak, telah terbukti menjaga daya tahan, memperkuat tubuh, dan menenangkan pikiran.
Pemimpin yang sehat bukan hanya soal stamina, tetapi juga keteladanan. Ia memberi contoh bahwa menjaga diri adalah bagian dari tanggung jawab kepemimpinan. Bahwa keberlanjutan perjuangan besar harus dimulai dari hal yang paling kecil—menjaga tubuh tetap prima, menjaga semangat tetap menyala.
Maka dari itu, marilah kita redefinisi makna pemimpin. Bukan hanya mereka yang pandai berpidato atau hebat dalam strategi, tetapi mereka yang menyadari bahwa tubuh ini adalah aset pertama dalam pengabdian. Dan sesekali, semangkuk jamu bisa menjadi awal dari kepemimpinan yang lebih bijak, lebih kuat, dan lebih membumi.